Perkawinan Endogami di Kayubihi Bali: Praktek Hegemoni Budaya yang Menua di Tengah Perubahan
Kata Kunci:
Endogami, Hegemoni, Nyamahang, InternalisasiAbstrak
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasikan faktor yang melatarbelakangi dilakukannya perkawinan endogami di desa Kayubihi; (2) Menjelaskan praktik hegemoni budaya dalam perkawinan endogami dalam perspektif perubahan sosial. Metode deksriptif kualitatif dengan model analisis interaktif Miles dan Huberman dijadikan dasar menjawab masalah penelitian. Langkah-langkahnya melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teori hegemoni budaya Antonio Gramsci relevan dalam memahami masalah penelitian. Menurutnya, hegemoni adalah istilah yang merujuk pada dominasi atau pengaruh yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu dalam masyarakat terhadap kelompok lainnya. Dalam pandangan Gramsci, hegemoni tidak hanya dicapai melalui penggunaan kekerasan atau penguasaan fisik semata, tetapi juga melalui pengendalian budaya, norma-norma sosial, dan ideologi. Teori perubahan sosial Talcott Parson digunakan untuk menjelaskan faktor yang melatar belakang terjadinya perubahan tradisi perkawinan endogami. Temuan penelitian menunjukkan faktor dilakukannya perkawinan endogami karena (1) Nilai keluarga; (2) Intensitas Interaksi antar warga; (3) Nyamahang keluarga berskala lokal; (4) Mengamankan harta keluarga. Praktik hegemoni dilakukan melalui kuasa orang tua yang terinternalisasi melalui petuah dan harapan yang dijadikan alat pengendali/ideologi. Hanya saja, perkawinan endogami saat penelitian dilakukan telah mengalami perubahan yang dulunya dilakukan oleh generasi yang lahir antara 1950an sampai tahun 1980an dibandingkan kelahiran 1990an lebih memilih menikah eksogami. Mobilitas penduduk yang semakin meluas menjadi faktor utama atas perubahan praktek perkawinan.
Unduhan
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2024 Seminar Nasional Riset Inovatif
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.